Teman saya punya cara sendiri2 buat sampai ke kantor, beberapa caranya adalah sbb:
1. minta anterin suami atau pacar (buat jadi ojek pribadi-kasarnya)
2. naik kereta
3. naik bus atau angkot
4. bawa kendaraan sendiri
Saya tidak mempermasalahkan bagaimana dan dengan cara apa mereka pergi ke kantor PP, semuanya kembali kepada kebutuhan dan 'kepercayaan' masing2 orang. Yang ingin saya angkat disini adalah tentang biaya yang kita pakai sebagai ongkos tiap bulan, berapa rupiah yang kita harus keluarkan tiap hari. Bisakah dikecilkan? Atau malah membengkak dari bulan ke bulan?
PERHITUNGAN (yang kadang bikin malas)
Rata2 orang yang sudah bekerja sudah tahu persis berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan ongkos PP. Lain hal kalau PP kita itu diantar oleh 'ojek pribadi' tadi. Mungkin ongkos bisa di 'singset' kan sedemikian rupa jadi bisa dipakai untuk hal lain, mungkin ditabung atau buat nambahin beli Samsung Galaxy terbaru. Hehe..
Ada juga anak sekolahan yang sudah pusing soal ongkos. Jadi bukan orang tuanya saja yang pusing soal ongkos, mereka juga ikutan pusing. Mungkin karena lembaran rupiah yang dikasih orang tuanya terlalu mepet untuk ongkos hingga tak bersisa, atau mungkin karena justru sisa dari yang dikasih orang tua itu terlalu sedikit buat ditabung (misalnya buat nge-mall, atau sekedar nongkrong dengan kawan).
Resep saya, kalau sudah terlalu tidak mau diambil pusing, ambil prinsip form dibawah ini saja:
kalau sudah overload, jantung langsung deg2an biasanya. harus siap2 jurus nganjuk alias ngutang.
Ah, gak usah ngutang deh, nanti kebiasaan. Ongkos itu kan basic finansial sendiri. Yang paling dasar malah. Kalau yang paling dasar aja udah ngutang bisa kebaca kalau untuk nutupin biaya hidup harus kayak gimana: morat-marit.
Bagi yang sekolah, jangan suka minjem sana sini juga. Lebih baik berterus terang ke orang tua kalau ongkos terlalu mepet atau kurang. Karena bagaimanapun masa sekolah kan masa penuh kompromi dengan orang tua, karena orang tua tidak merasakan lagi sekolah, jadi tidak tahu kebutuhan real dari anaknya sehari-hari. Berikan saja resep gampang saya di atas, dibubuhi catatan dengan uang jajan, uang kongkow, uang refreshing dsb. Dialog tentang uang ke orang tua bukanlah tabu menurut saya, hanya perlu keterbukaan anak dan orang tua, jadi tidak ada yang menderita di salah satu pihak.
WAAA!! BARU TENGAH BULAN UDAH ABIS NIH BUAT ONGKOS!!
Tenang. Saya juga sering kok menghadapi situasi macam ini. Cara mengatasinya? Terpaksa gali2 recehan dari celengan atau pinjem ke ortu. Tapi eits! Seperti saya bilang tadi, jangan ngutang ya. Kalau udah hal ini terjadi, dan tidak ada celengan yang bisa dikorek2, ya sudah mau tidak mau ngutang ke orang. Tapi hal ini jangan jadi kebiasaan.
Nah untuk kasus ini, saya punya resep khusus yang gampang lagi:
NGUTANG KE ORANG TUA
Saya dulu juga sering minjem ke mama kalau ongkos saya habis. Terus enggak saya ganti. Makin manyun lah mama saya itu.
1. minta anterin suami atau pacar (buat jadi ojek pribadi-kasarnya)
2. naik kereta
3. naik bus atau angkot
4. bawa kendaraan sendiri
Saya tidak mempermasalahkan bagaimana dan dengan cara apa mereka pergi ke kantor PP, semuanya kembali kepada kebutuhan dan 'kepercayaan' masing2 orang. Yang ingin saya angkat disini adalah tentang biaya yang kita pakai sebagai ongkos tiap bulan, berapa rupiah yang kita harus keluarkan tiap hari. Bisakah dikecilkan? Atau malah membengkak dari bulan ke bulan?
PERHITUNGAN (yang kadang bikin malas)
Rata2 orang yang sudah bekerja sudah tahu persis berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan ongkos PP. Lain hal kalau PP kita itu diantar oleh 'ojek pribadi' tadi. Mungkin ongkos bisa di 'singset' kan sedemikian rupa jadi bisa dipakai untuk hal lain, mungkin ditabung atau buat nambahin beli Samsung Galaxy terbaru. Hehe..
Ada juga anak sekolahan yang sudah pusing soal ongkos. Jadi bukan orang tuanya saja yang pusing soal ongkos, mereka juga ikutan pusing. Mungkin karena lembaran rupiah yang dikasih orang tuanya terlalu mepet untuk ongkos hingga tak bersisa, atau mungkin karena justru sisa dari yang dikasih orang tua itu terlalu sedikit buat ditabung (misalnya buat nge-mall, atau sekedar nongkrong dengan kawan).
Resep saya, kalau sudah terlalu tidak mau diambil pusing, ambil prinsip form dibawah ini saja:
- Bagi yang bekerja naik angkot/bus: misalnya: sekali jalan=naik angkot 2rb+naik kereta 7rb+naik kopaja 2rb=11rb, karena PP jadinya ya dikali 2=>11rbx2=22rb. Untuk ongkos sebulan, dengan kerja selama 22 hari, total ongkos PP adalah=>22rbx22=484rb.
- Bagi yang bekerja dengan kendaraan sendiri, misalnya motor. Bensin butuh 2 liter PP. 2 liter=4500x2=9rb sehari x 22 hari kerja=198rb. Jangan lupa siapkan juga uang dadakan kalau2 terjadi bencana 'alien' misalnya ban bocor atau ditilang. (4500 rupiah harga bensin saat ini, sebelum naik lagi)
- Bagi yang sekolah, mungkin ongkosnya bisa separuh dari ongkos no. 1 diatas karena kalau ongkos naik angkot dan bus biasanya setengah dari orang dewasa dan kalau naik kereta ada fasilitas kartu commet buat anak sekolah yang harganya kira2 setengah dari harga kartu commet umum. Kalau diantar oleh orang tua tidak usah memikirkan ongkos.
kalau sudah overload, jantung langsung deg2an biasanya. harus siap2 jurus nganjuk alias ngutang.
Ah, gak usah ngutang deh, nanti kebiasaan. Ongkos itu kan basic finansial sendiri. Yang paling dasar malah. Kalau yang paling dasar aja udah ngutang bisa kebaca kalau untuk nutupin biaya hidup harus kayak gimana: morat-marit.
Bagi yang sekolah, jangan suka minjem sana sini juga. Lebih baik berterus terang ke orang tua kalau ongkos terlalu mepet atau kurang. Karena bagaimanapun masa sekolah kan masa penuh kompromi dengan orang tua, karena orang tua tidak merasakan lagi sekolah, jadi tidak tahu kebutuhan real dari anaknya sehari-hari. Berikan saja resep gampang saya di atas, dibubuhi catatan dengan uang jajan, uang kongkow, uang refreshing dsb. Dialog tentang uang ke orang tua bukanlah tabu menurut saya, hanya perlu keterbukaan anak dan orang tua, jadi tidak ada yang menderita di salah satu pihak.
WAAA!! BARU TENGAH BULAN UDAH ABIS NIH BUAT ONGKOS!!
Tenang. Saya juga sering kok menghadapi situasi macam ini. Cara mengatasinya? Terpaksa gali2 recehan dari celengan atau pinjem ke ortu. Tapi eits! Seperti saya bilang tadi, jangan ngutang ya. Kalau udah hal ini terjadi, dan tidak ada celengan yang bisa dikorek2, ya sudah mau tidak mau ngutang ke orang. Tapi hal ini jangan jadi kebiasaan.
Nah untuk kasus ini, saya punya resep khusus yang gampang lagi:
- Bagi yang bekerja, kita mengenal ada beberapa kantor yang membuka fasilitas 'tabungan' buat para karyawannya. Dalam arti kata, ada beberapa karyawan yang bisa menyimpan uang mereka di finance. Pilih orang finance yang biasa memegang hal seperti ini, dan pastinya, pilih juga yang terpercaya. Sisakan 500rb sebulan (tergantung kemampuan), untuk ditaruh di orang finance tadi. Uang tersebut adalah untuk uang 'jaga2' kalau ongkos kurang dan tiba2 tengah bulan tidak ada uang lagi di dompet.
- Atau, bisa juga seperti ini. Bagi yang bekerja, bisa membuka tabungan di rekening tertentu, ATMnya, serahkan ke bagian finance kantor agar tidak dipakai. Hanya dipakai pada waktu yang sangat genting, karena tidak ada ongkos di tengah bulan. Atau bisa juga titip ke orang rumah, yang bisa dipercaya untuk menyimpan kartu ATMnya (tanpa menggunakannya, tentunya).
- Untuk yang sekolah, biarpun hanya tersisa 500 perak tiap hari, coba masukkan ke celengan bergembok. Cari celengan yang gemboknya bisa dibuka, dan kuncinya sembunyikan atau minta tolong ortu untuk menyimpannya. Gunakan celengan itu hanya untuk menambal ketiadaaan ongkos yang tiba2 terjadi. Labeli celengannya dengan nama dan keperluannya, misalnya Celengan ini milik Icad, Untuk Keperluan Mendadak.
NGUTANG KE ORANG TUA
Saya dulu juga sering minjem ke mama kalau ongkos saya habis. Terus enggak saya ganti. Makin manyun lah mama saya itu.
Sekarang, walaupun hanya seribu dua ribu, setiap minjem ke orang tua, saya harus disiplin mengembalikannya, kalau bisa dengan jumlah yang lebih besar. Karena hutang walaupun dengan orang tua tetaplah hutang. Jangan sampai mentang2 dengan orang tua, jadi hutangnya dillupakan saja. Mereka kan juga butuh uang, begitupun kita, jadi sama2 harus saling menghargai.
Bagi yang bekerja dan masih ngutang ke orang tua, segera lunaskan. Jangan didiamkan saja. Kalau ingin dibayar dalam bentuk lain, misalnya sembako untuk keperluan orang tua, jelaskan dengan detil dari awal, supaya tidak ada salah paham. Seperti saya bilang, dialog uang dengan orang tua bukanlah hal tabu, justru pikiran masing2 harus saling terbuka dalam berbicara tentang hal ini.
Ada teman saya yang membayar hutang ke orang tuanya dengan cara memberi beras 5kg tiap bulan ke orang tuanya. Sebelum orang tuanya salah paham, awalnya dia sudah bilang kalau hutangnya dia bayar dengan beras setiap bulan, jadi orang tuanya tidak perlu lagi membeli beras.
Ada juga yang membayar hutangnya dengan cara membayar biaya berobat rutin ke dokter untuk orang tuanya. Ada seorang anak sekolahan yang membayar utangnya dengan ikut berjualan (menjadi sales dadakan) dengan orang tuanya di pasar kaget setiap minggu. Itu semua mereka lakukan dengan pernyataan dan dialog dari awal, untuk membayar hutang.
Semoga ongkos overload tidak menjadi masalah buat kita lagi. Coba gunakan resep2 saya di atas. Atau ada resep yang lain? Silahkan loh :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar