Kamis, 19 April 2012

jabatan para joki

kantor saya ada didaerah sudirman-senayan. setiap pulang saya selalu melihat para joki beramai2 bekerja mencari uang dari para pengguna 3 in 1. seperti kita tahu, awalnya 3 in 1 kan diperuntukkan untuk para pengguna jalan di Jakarta agar mengurangi kemacetan, tapi karena emang warga Jakarta konsumerisme nya tinggi, tiap tahun penjualan mobil di Jakarta makin meningkat, 1 mobil hanya terisi 1 orang, jadinya membuat peluang baru bagi rakyat kelas bawah untuk ikut 'berpartisipasi' dalam area 3 in 1 ini, dengan men-joki-kan diri mereka sendiri.

kalau saya perhatikan, mereka tinggal di kawasan karet atau sekitar stasiun sudirman, soalnya kalau saya naik bus, mereka kebanyakan turun di daerah situ. penampilan mereka sangat khas, alias kucel, walau ada yang beberapa rapi dan dandanannya mentereng. ada juga yang membawa anak kecil, entah itu bayi atau balita, digendong, jadi hitungannya 2 orang. pengendara mobil bisa lebih irit dan gak bingung kalau pake joki yang bawa bayi atau balita digendong begini.

Langkah Awal

seribu langkah selalu dimulai dengan langkah kecil. lompatan besar ke depan selalu dimulai dengan lompatan kecil. masih ingat kan peribahasa model bgitu? hal itu juga berlaku bagi para joki.

dulu ada tayangan di tv atau iklan tv, yang mperlihatkan seorang anak SD yang mewawancarai seorang anak yang berprofesi sebagai joki. joki tersebut ditanya kenapa enggak sekolah, kenapa harus cari duit, kemana perginya bapak dan ibunya, dapat uang berapa banyak sehari. si anak SD merasa beruntung karena dia punya sopir yang mengantarnya sekolah setiap hari sedangkan si joki kecil itu tidak bersekolah tapi 'dengan terpaksa' harus men-joki agar bisa makan atau hidup sehari-hari.

well, saya melihatnya bukan seperti itu sekarang.

Nabi Muhammad, tidak pernah sekolah di Royal akademis atau sekolah lain,padahal dia berasal dari keluarga dan kaum terpandang. Beliau sudah bekerja magang ikut paman dan khalifah dagang besar paman dan kakeknya sejak umur 9 tahun. dalam usia muda, dia sudah belajar inti dari nilai posisi mata uang emas saat itu, dan bagaimana cara sales marketing yang baik. beliau belajar kepemimpinan menjadi CEO sejak masih balita, karena beliau suka 'nyelonong' ikutan mendengarkan kakeknya bicara di depan para tetua tentang bisnis atau masalah dalam komunitas mereka.

so, masih harus bersyukurkan si anak SD tadi? masih harus terasa sedihkah, si joki kecil tadi? coba kita susun beberapa hal penting :

Case: anak SD dan joki kecil, usia kira-kira 9 atau 10 tahun.
anak SD
1. pekerjaan: sekolah di SD
2. kekayaan: 0 rupiah, uang jajan dari ortu
3. pelajaran: matematika, agama, sejarah, science, olahraga, dan semua yang termasuk dalam kurikulum sekolah SD, plus les2
4. pengetahuan tambahan: dari les atau kursus
5. waktu belajar: dari jam 7 sampai jam 3 sore alias 8 jam setiap hari
6. resiko: kecil

joki kecil
1. pekerjaan: joki
2. kekayaan: dari arus kas masuk karena upah dari para pengguna mobil
3. pelajaran: sales, marketing, self-confidence, awareness, memprodukkan diri sendiri, menghadapi persaingan/kompetitor, branding diri sendiri, leadership, mencari oportunity baru, konsitensi, integritas, pengaturan arus kas, mempelajari permintaan pasar.
4. pengetahuan tambahan: menjalin komunikasi intens terhadap klien dan sesama kompetitor, memegang hasil kerja sendiri, melatih otak untuk mencari peluang baru dengan cepat, mendapatkan dan mempertahankan pelanggan
5. waktu belajar: 5-8 jam sehari, kalau capek bisa pulang sesuka hati
6. resiko: besar

coba renungkan, pelajaran mana yang lebih berguna untuk masa ke depan? pelajaran si anak SD, atau si joki kecil? Mark Z, CEO facebook tidak pernah menyelesaikan kuliahnya, langsung aja dia kerja jadi CEO. resikonya? sangat besar. dia sukses. kalau si joki kecil tadi benar2 memakai pengetahuannya dari selama dia menjoki, saya yakin dia akan sukses dan tidak akan tenggelam dalam pikiran "harus sekolah biar dapat nilai tinggi, lulus bisa kerja, ga harus jadi joki lagi, capek."

semua CEO pasti capek. mana ada CEO yang gak capek. kita aja karyawan kantoran capek. pandangan seseorang kalau dirubah dan digodok ketika dia masih sangat muda, akan berpengaruh pada saat dia dewasa nanti. kalau si joki kecil ini benar2 bisa meneruskan kerjanya dan berhasil mengembangkan 'usaha' jokinya, dia bisa melebarkan sayapnya untuk berusaha di bidang lain yang resiko lebih besar dan pendapatan makin tinggi.

si anak SD? dia akan mengeruk keuangan dari keluarganya mungkin sampai kuliah. karena pelajaran yang didapat bukanlah yang dibutuhkan untuk bekerja.

kalau dari pandangan saya, yang beruntung adalah si joki kecil, cuman dia didoktrin kalau jadi joki itu rendah dan kerjaan kasar, dan harusnya dia sekolah, ikut program pemerintah wajib sekolah 9 tahun, rendah diri karena gak ngerasain bangku sekolah, merasa bodoh, blablabla...

hati saya tetap sama si joki kecil. kalau dia benar2 melakukan lompatan besar dalam karirnya, dia bisa jadi seseorang yang lebih sukses dari si anak SD.

Pandangan Terbalik

seperti 2 sisi koin, dalam melihat sesuatu atau seseorang kita harus melihat dari 2 sisi, atas dan bawah atau kiri dan kanan.

seperti ketika dulu saya sering tidak diangkut bus karena dikira joki. penampilan saya memang tidak seperti orang bekerja di kantoran, lebih mirip penampilan SPG ITC atau teman joki. kadang saya juga merasa sopir bus2 itu suka ragu2 kalau saya minta berenti dengan tangan terjulur. hehe. saya jadi ingat salah satu sahabat nabi, Abdurrahman bin Auf, yang penampilannya sangat berbeda dari CEO kebanyakan, lebih mirip tukang bersih2. kalau dia berkumpul dengan karyawannya, orang biasa tidak akan tahu kalau dia ada disitu, karena pembaurannya dan kedekatannya dengan karyawannya.

dulu saya mau disamakan dengan joki. kalau sekarang? saya senang. joki itu langkah awal orang kalau mau belajar jadi interpreneur. langkah awal untuk boosting PD alias percaya diri. yang namanya produk jasa, mau yang murah atau yang mahal, adalah semangat dari si penjual, si joki itu sendiri. kadang saya suka dengar adanya pertengkaran dengan sesama joki karena berebut pelanggan, hal ini juga bisa dijadikan pelajaran, yang tidak didapat di sekolah (anger management, partnership, leadership).

kalau jadi joki, kalau tidak putar otak dan tidak luas daerah marketnya, ya dapat duitnya kurang. nah dalam hal ini mereka belajar menentukan arus kas, dan target. ada juga marjin dan benefit. ada juga kontribusi atau masukan dari pelanggan mereka. relasi membesar. kerjasama meningkat. faktor yang tidak didapat di sekolah adalah pelajaran 'jalanan' langsung di spotnya, oleh para joki ini.

saya respek sama mereka. mereka adalah kategori enterpreneur. self business man yang setara dengan dokter praktek atau pengacara praktek. hal yang mereka lakukan sungguh berani dan resiko tinggi, apalagi kalau sudah berurusan dengan satpol PP. koneksi jadi senjata. hore, hal yang gak pernah saya dapat di SMK.

kalau hanya melihat dari kotornya baju atau keringat yang keluar dari para joki ini, masih kurang. hal itu tidak menentukan besarnya kekayaan dan aset yang dimiliki orang tersebut. seperti ketika kita bernasib sial, kita harus liat efeknya dari masa datang dan masa lalu dan untuk orang sekitar. ingat otak adalah aset terbesar kita yang diberikan Tuhan. jadi belajarlah dari otak.

semoga tulisan saya ini bisa membantu^^